Translate to

Monday, January 30, 2012

Senandung Dialog Agama (1)


           Ketika itu 4 temanku  dengan gagahnya maju ke depan kelas. Dengan siapnya, mereka mengeluarkan contekan mereka. Contekan untuk menjawab semua pertanyaan tentang suatu penjelasan agama mereka yaitu Kristen Protestan. Dari 36 anak dikelasku, mayoritasnya beragama Katolik, dan teman-temanku sudah menyiapkan banyak pertanyaan bagi mereka, yang sudah ada di depan kelas
            Mereka membacakan pertanyaan-pertanyaan dengan asyiknya, pertanyaannya memang sungguh banyak. Dan dengan kepolosannya mereka menjawab suatu pertanyaan. Pertanyaan tentang 3 pokok yang utama dalam Kristen yaitu Sola Fide, Sola Scriptura, Sola Gracia. Pikiranku melayang, bahwa prinsip itu hampir sama dengan iman, kasih, dan pengharapan. Namun, agama kita diperkaya dengan Credo, suatu ungkapan iman paling pokok.
            Aku membayangkan bahwa Yesus tidak membedakan agama-agama. Hanya buah dari interpretasi yang berbeda, pikirku dalam hati. Ya, memang persis seperti yang dikatakan di dalam buku Anthony De Mello, SJ. Bahwa ketika tim dari kubu Katolik dan kubu Kristen bermain suatu rugby, dan Yesus sedang menonton mereka. Ia tidak juga memberi dukungan baik satu kubu, namun ia hanya  menikmati permainan.
            Untungnya, sudah ada konsili Vatikan II. Konsili Vatikan II, memberi penegasan bahwa Kristen adalah saudara kita. Saudara di dalam Kristus, Amigos en el Senyor. Toh, sekarang Katolik dan Kristen sudah berdampingan khususnya di Indonesia.
            Sekarang saatnya menatap ke depan, dingin ac di ruang kelas memang tidak tertahankan lagi dengan menggosok-gosokan tangan, aku mulai menganggukan kepala, tanda bahwa aku mengerti penjelasan mereka. Penjelasan mereka panjang dan disertai dengan pedoman utama agama mereka yaitu Scriptura, Kitab Suci. Persis seperti pedoman mereka yaitu Sola Scriptura.
            Aku mulai mengerti dibawah terang lampu di ruang kelas. Bahwa sudut pandang untuk menentukan tata cara ibadah. Syukur bahwa KWI dan PGI (Konferensi Waligereja Indonesia, dan Persekutuan Gereja Indonesia) selalu membuat event bersama untuk kebaikan umat Allah yang berbeda cara ibadahnya.
            Belpun berbunyi. Kadang, kita harus mengerti saudara tua kita yaitu umat Allah sendiri. Kita bisa mengembangkan kehidupan rohani ini. Aku menutup buku dan melanjutkannya dengan istirahat.

Menjadi Pribadi yang Diinjili


           Sebelum Yesus naik ke Surga, Yesus memberikan pesan terakhir kepada para muridnya, bahwa kabar baik itu harus diwartakan dimanapun mereka berada (bdk. Mat 28) Hal inilah yang membuat pengorbanan (sacrifire) yang mau tidak mau harus dilakukan. Kita melihat Petrus yang mengalami siksaan sebelum akhirnya dipermuliakan bersama para kudus. Namun, dari kisah Petrus yang terkenal “Quo Vadis?” dimana Yesus yang menampakan diri ketika Petrus putus asa dan hendak meninggalkan Kota Roma. Dari sanalah kita melihat, bahwa manusia seperti St. Petrus pun merupakan pribadi yang rapuh.
            Pribadi yang rapuh, pribadi yang berdosa merupakan ciri khas dari semua orang. Kedagingan kita mungkin menjadi penyebab dari diri kita yang hari demi hari semakin jauh dari Allah. Paulus memberi banyak penjelasan tentang kedagingan dan kerohanian, yang memberi peneguhan bahwa untuk menjadi Kristen (Pengikut Kristus) harus melalui perjuangan. Per Aspera Ad Astra, Through difficulties to The Star.
            Dan kitapun menjadi sadar bahwa perjuangan itu harus dilakukan dengan tindakan. Tindakan yang semakin bisa mendekatkan kita pada pencipta kita. Salah satu ciri khas dari manusia, yaitu selain mencari kekayaan di dunia ini, manusia juga haus akan kebenaran. Kebenaran untuk bertindak secara baik. Tindakan yang harus kita lakukan adalah mengalami pertobatan. Melalui pertobatan, atau disebut juga metanoia. Kita menemukan diri kita yang hilang. Sebagai orang Katolik, kita berpedoman dengan dan melalui Kitab Suci, terlebih sinoptis kisah Kristus yang disebut Injil.
            Di dalam suatu perjumpaan dengan kehidupan sehari-hari, kadang kita tidak yakin dengan perbuatan ataupun tindakan kita, oleh karena itu kita harus kembali kepada Injil dimana ada semangat Kristiani. Poin yang paling penting adalah bagaimana sikap kita mengilhami orang lain. Waktu sidang FABC, Federasi Uskup-uskup Asia, ditekankan bahwa poin yang paling penting dari suatu kesaksian Kristiani, yaitu kesaksian keseharian hidup kita.
            Menyadari bahwa pertobatan menjadi pangkal keselamatan Kristiani, untuk itu haruslah setiap waktu kita menyadari keterbatasan manusia. Sebagai seorang Kristiani kita juga harus memberi kesaksian, suatu pembawaan kabar baik bagi siapapun yang ada di bumi ini. Kabar baik yang kita bawa ini merupakan suatu bahan evangelisasi. Jadi, evangelisasi itu berdamai dengan diri sendiri, sesama, dan akhirnya diutus untuk menjadi saksi. Saksi akan kontemplasi yang aktif, larut tetapi tidak hanyut.
            Akhirnya, semoga tulisan penulis yang singkat ini kurang lebih dapat menerangkan secara kasar mengenai evangelisasi, dan semoga ada yang tergerak menekuni bidang ‘kabar baik’ sehingga Kerajaan Allah semakin dipermuliakan dan kita diangkat menjadi anak-anakNya.

Tentang Saya

My photo
Dimensi kosmos yang ingin mengembangkan horizonnya

Pengunjung Berasal