Translate to

Monday, December 12, 2011

Imaginasi Merdeka di 2050

"Jikalau ingin menjadi satu bangsa yang besar, ingin menjadi bangsa yang mempunyai kehendak untuk bekerja, perlu pula mempunyai imagination!"
(Soekarno) 

           Proyeksi pertumbuhan Indonesia yang dikatakan menjadi urutan nomor ke 4 di dunia, bukanlah hal yang mustahil. Kadang, kita harus mempunyai imaginasi yang tinggi. Dan imaginasi yang tinggi biasa didapatkan dari anak-anak. Anak-anak disebut sebagai masa depan bangsa, bahkan masa depan bangsa yang diproyeksikan maju pada tahun 2050. Padahal nasib bangsa ini sedang dipertaruhkan. Penulis merasa sedih ketika anak-anak dipedalaman Kalimantan harus melewati jembatan yang 'tipis' untuk menggapai asa, menggapai wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah.
           Masalahnya adalah apakah kita siap dengan perubahan ekonomi. Saya mengambil contoh Negara China. Di dalam buku karya Martin Jacques yang diterbitkan oleh Kompas, Pemerintah China tidak mengambil patokan perkembangan Ekonomi tiap tahunnya. Mereka secara signifikan berkembang kurang lebih 10% setiap tahunnya. Sistem yang dipakai yaitu desentralisasi. Awalnya mereka adalah sentralisasi, namun mereka berpikir bahwa sistem desentralisasi membuat tiap daerah memiliki persaingan sendiri. Lantas di Indonesia, sistem desentralisasi belum berjalan maksimal? Menurut saya ada beberapa poin yang membuat negara ini kurang berkembang:
Kesadaran bangsa yang masih belum bersatu. Adanya urusan lapisan masyarakat, yang membuat hal ini sulit terwujud. Hal ini dapat dikatakan SARA, membuat Indonesia tidak berpikiran penuh dengan jiwa nasionalisme.
Aparat yang bekerja memiliki produktivitas yang rendah. Sistem di Filipina baru-baru ini membuat PNS yang memiliki rapor dibawah 70 diajukan untuk pensiun dini
Keterhubungan daerah yang rendah. Masihkah anda ingat dengan Jembatan Kutai Kartanegara yang amblas baru-baru ini. Pemerintah daerah disana langsung bingung menyikapi bantuan logistik. Terbukti bahwa jembatan Kutkar menjadi jembatan yang utama
             Saya mengajak anda untuk berimaginasi, terutama generasi muda. Bung Karno mengatakan gantunglah cita-citamu setinggi langit. Bagaimana semangat itu menjadi sebuah semangat yang bergelora.

Jadilah seperti lilin-lilin yang siap menjadi penerang dimanapun kamu berada. Dan ingatlah bahwa kamu haruslah menjadi lilin yang siap terbakar dan meleleh (penulis)

BERSAMBUNG...



Monday, December 5, 2011

Makna Sejarah yang Terpinggirkan


TUGAS BAHASA INDONESIA KELAS X

Alexander Michael 
           
            Kalau kita berkunjung ke toko buku yang besar maupun toko buku yang kecil, kita akan melihat bahwa rak yang paling tidak diminati adalah rak sejarah. Dan rak yang paling diminati adalah ekonomi atau politik. Memang, sejak era reformasi bergulir perkembangan ekonomi baik makro dan mikro telah menyebabkan sejarah semakin terpinggirkan. Padahal, sejarah bisa digunakan untuk membantu ilmu yang lain.
            Masalah yang lain adalah ketidakmampuan dari sejarawan untuk membuat historiografi yang tepat. Sejak era 1965-1998 (Orde Baru) makna sejarah seringkali digunakan sebagai ‘kisah’ perpolitikan yang  menyudutkan salah satu pihak. Kita ambil contoh yaitu kisah pengejaran orang komunis di Banyuwangi oleh Nahdatul Ulama. Isu komunis memang sering disalahgunakan oleh pemerintah. Ketika kita berbicara tentang komunis, seringkali orang berpikiran negative. Di dalam Buku Rekonsiliasi Pasca Komunis, berdasarkan fakta setidaknya masyarakat Indonesia mengganggap Komunis sebagai suatu hal yang tabu, susah untuk dibahas, dan bersifat atheis. Terutama, kita harus jeli dalam melihat perubahan paradigma yang salah ini.
            Anggapan yang salah adalah makna sejarah yang dianggap sebagai kisah masa lampau yang tidak ada koherensinya dengan masa kini. Ilmu sejarah bisa menganalisis masa lalu untuk ‘meramalkan’ masa depan. Sebagai contoh, adalah mengenai kebangkitan China. Kebangkitan China seperti kebangkitan Jerman. Motifnya adalah resesi ekonomi. Tidak transparansinya anggaran keamanan China, membuat Barat khawatir hegemoni China di Asia akan menjadi-jadi. Maka Amerika menempatkan 2500 pasukannya di Darwin. Selanjutnya, bisa dianalisis. Jadi apakah mungkin anggapan kita tentang makna sejarah memang salah?
            Yang bisa kita lakukan sekarang adalah dengan mencintai dan mulai menyukai sejarah sebagai bagian dari jati diri Indonesia. Perbedaan antara negara maju dan berkembang adalah bahwa rakyat Negara maju mempunyai nasionalisme yang tinggi. Dan nasionalisme itu didapatkan setelah kita mengenal dan memahami bangsa ini. Upayanya yaitu adalah kita bisa mulai menyukai program edukasi tentang Indonesia atau sejarah di salah satu pertelevisian yaitu Kompas TV. Atau menulis blog seperti penulis lakukan di sejindo.blogspot.com. Indonesia bergantung pada anda. Yang bisa saya, kita, dan anda lakukan adalah cukup memahami Indonesia untuk membangunnya.
             

Tentang Saya

My photo
Dimensi kosmos yang ingin mengembangkan horizonnya

Pengunjung Berasal